Dikutip Dari Facebook : Chintia Ramadhona
Sebagian orang merasa dirugikan ketika
musim hujan. Memang benar, tidak semua yang terjadi di sekitar kita,
sesuai dengan yang kita harapkan. Terkadang kita berharap langit cerah,
namun Allah turunkan hujan. Dan sebaliknya. Namun apakah kehendak Allah
harus bergantung kepada kehendak kita? Jangan sampai ketidaknyamanan
ini, menyebabkan Anda menjadi murka dan marah dengan takdir Allah.
Terlebih, jaga lisan baik-baik, jangan sampai mengeluarkan kata celaan terhadap hujan yang Allah turunkan.
Terkadang kita tidak sadar, ucapan kita bisa menjadi sebab diri kita tergelincir ke dalam neraka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang mengundang ridha Allah, yang tidak sempat dia pikirkan, namun Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Sebaliknya, ada hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dia pikirkan bahayanya, lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.” (HR. Ahmad 8635, Bukhari 6478, dan yang lainnya).
MENCELA HUJAN = MENCELA DZAT YANG MEMBERI HUJAN
Protes seorang hamba ketika Allah menetapkan taqdir, sejatinya dia protes kepada Allah. Dalam hadis qudsi, Allah ta’ala melarang kita mencela keadaan yang Dia ciptakan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Akulah adalah pemilik masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang.” (HR. Bukhari 4826, Muslim 6000, dan yang lainnya). Dalil di atas berbicara tentang hukum mencela waktu. Kasus mencela hujan, tidak berbeda dengan mencela waktu.
Para ulama memberikan rincian hukum untuk kasus mencela waktu, hujan atau semacamnya.
1. Hanya sebatas memberitakan. Misalnya, seseorang mengatakan: ‘Sepatu saya rusak karena kehujanan.’ ‘Motor saya macet karena kehujanan.’ 2. Mencela hujan dengan maksud mencela ketetapan dan takdir Allah. Misalnya, seseorang mengatakan, ‘Ini hujan, ngapain turun. Bikin tambah macet aja.’ ‘Sebel, hujan terus. Pagi-pagi sudah hujan.’ Celaan semacam ini termasuk perbuatan dosa, karena hakekatnya, dia mencela Allah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang mengundang ridha Allah, yang tidak sempat dia pikirkan, namun Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Sebaliknya, ada hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dia pikirkan bahayanya, lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.” (HR. Ahmad 8635, Bukhari 6478, dan yang lainnya).
MENCELA HUJAN = MENCELA DZAT YANG MEMBERI HUJAN
Protes seorang hamba ketika Allah menetapkan taqdir, sejatinya dia protes kepada Allah. Dalam hadis qudsi, Allah ta’ala melarang kita mencela keadaan yang Dia ciptakan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Akulah adalah pemilik masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang.” (HR. Bukhari 4826, Muslim 6000, dan yang lainnya). Dalil di atas berbicara tentang hukum mencela waktu. Kasus mencela hujan, tidak berbeda dengan mencela waktu.
Para ulama memberikan rincian hukum untuk kasus mencela waktu, hujan atau semacamnya.
1. Hanya sebatas memberitakan. Misalnya, seseorang mengatakan: ‘Sepatu saya rusak karena kehujanan.’ ‘Motor saya macet karena kehujanan.’ 2. Mencela hujan dengan maksud mencela ketetapan dan takdir Allah. Misalnya, seseorang mengatakan, ‘Ini hujan, ngapain turun. Bikin tambah macet aja.’ ‘Sebel, hujan terus. Pagi-pagi sudah hujan.’ Celaan semacam ini termasuk perbuatan dosa, karena hakekatnya, dia mencela Allah.
0 comments:
Post a Comment