Itulah tugas Maimunah, yang selalu
membangunkan tepat pada hingga anaknya selesai mandi dan sarapan, dan
langsung bergegas menuju sekolah mengendarai sepeda motornya agar tidak
terlambat masuk. Pekerjaan ini dilakukan setiap hari selama
bertahun-tahun.
Bahkan hingga salah satu anaknya telah
tamat dan bekerja di sebuah toko di pusat kota, setiap hari kerja ia
tetap membangunkannya di pagi hari tapi dengan sedikit perbedaan. “Nak,
bangun, sudah siang, ayo siap-siap kerja!”
Maimunah sendiri setiap hari selalu bangun
sebelum adzan Subuh untuk menyiapkan sarapan pagi. Sebelum melakukan
tugas rutinnya tersebut dia shalat.
Meskipun demikian tidak pernah
membangunkan anak-anaknya yang semuanya telah remaja dan menyuruh mereka
melaksanakan shalat Subuh. Suaminya pun demikian. Itu waktu shalat
Subuh. Sedangkan mulai sore hingga malam ketika sang suami dan
anak-anaknya ada di rumah, Maimunah dan suaminya juga tidak menyuruh
mereka untuk segera shalat Ashar, Maghrib dan Isya. Mereka masing-masing
asyik dengan berbagai aktivitasnya seperti menonton TV, mengobrol dan
mengunakan laptop dan HP yang membuat mereka seringkali mengakhirkan
shalat. Itu adalah pemandangan yang biasa di lingkungannya.
Sanak saudara dan kenalan Maimunah dan
suaminya, serta teman-teman anaknya yang berasal dari kampung yang sama
di Indonesia dan tinggal dalam satu lingkungan di Kuala Lumpur mayoritas
juga melakukan hal yang sama.
Itulah gambaran sebagian kaum Muslimin
zaman modern ini yang tinggal di Kuala Lumpur kota yang penduduknya sama
dengan penduduk Jakarta yang lumayan gila kerja.
Mereka yang berasal dari keluarga dan
nenek moyang santri yang peduli pada shalat tapi telah memutuskan rantai
generasi yang peduli pada shalat dengan tidak peduli pada anak-anaknya
yang tidak peduli pada shalat.
Ikatan Islam akan Lepas
Fenomena yang sama bisa dengan mudah kita
temui di mana saja termasuk di Tanah Air kita yang merupakan negeri
dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia.
Banyak dari generasi Muslim sekarang yang
berkartu identitas Muslim tapi tidak beridentitas Muslim karena
menyia-nyiakan shalat bahkan meninggalkan shalat sehingga mudah terbawa
arus zaman modern yang serba permisif di mana perbuatan maksiat dianggap
wajar – dan tidak sungkan-sungkan dilakukan secara terbuka.
Sebut saja merokok, meminum minuman keras,
penyalahgunaan narkoba, korupsi, perkelahian antar pelajar atau anggota
DPR/D, berpacaran, berhubungan seks di luar nikah, terlibat dalam
pemerkosaan, menjadi pelaku homoseksual, dan terlibat dalam pornografi
baik sebagai pelaku maupun pemakai dilakukan secara terbuka dan
terang-terangan.
Perbuatan-perbuatan keji dan munkar bertentangan dengan fitrah manusia. Dilakukan tanpa malu –bahkan—mengkampanyekan di publik.
Di tengah zaman gila seperti ini, obat
yang tepat menghindari perbuatan keji dan munkar adalah dengan shalat
yang benar. Karena itu setiap individu sebaiknya berusaha agar pribadi,
keluarga dan generasi penerusnya terhindar darinya. Sesuai dengan
informasi dan jaminan dari Allah, hanya ada satu cara yang efisien dan
efektif agar terhindar darinya, yaitu bukan sekadar melaksanakan shalat
yang baik dan benar. Karena salah satu efek dari mendirikan shalat
adalah terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء
وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا
تَصْنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu Al-Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya
dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS: Al-‘Ankabuut [29]:45)
Masalahnya, apakah masih ada orang di
zaman modern ini yang peduli, bersedih hati dan menangis ketika
mendapati generasinya – terutama anak cucu, anggota keluarganya–
menyia-nyiakan shalat seperti halnya Anas bin Malik yang mengetahui ada
orang-orang pada masa hidup beliau menyia-nyiakan shalat?
Alkisah, Anas bin Malik, sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang terakhir kali wafat di usia
yang panjang (99 tahun) sehingga mengetahui kondisi zaman setelah
sekian lama Rasulullah wafat ada orang-orang yang menyia-nyiakan shalat.
Az-Zuhri berkata, “Saya datang kepada Anas
bin Malik di Damaskus, kebetulan ia sedang menangis. Lalu saya
bertanya, ‘Mengapa engkau menangis?’ Ia menjawab, ‘Saya tidak tahu lagi
amal yang kudapati di masa Nabi yang masih diindahkan (dipedulikan)
orang sekarang, selain shalat itu pun sudah disia-siakan orang.’ (Di
dalam riwayat lain: ‘Kamu telah menyia-nyiakan apa yang kamu sia
siakan.)”
Bukannya sekadar tidak peduli, bersedih dan menangis, tapi justru mendukung anak-anaknya mengakhirkan bahkan tidak melaksanakan shalat. Itu sudah biasa dan jamak terjadi di zaman ini seperti kisah di atas.
Bukannya sekadar tidak peduli, bersedih dan menangis, tapi justru mendukung anak-anaknya mengakhirkan bahkan tidak melaksanakan shalat. Itu sudah biasa dan jamak terjadi di zaman ini seperti kisah di atas.
Fenomena zaman sekarang yang begitu banyak
orang yang tidak hanya dari kalangan muda tapi juga yang tua di
negeri-negeri Muslim yang menyia-nyiakan shalat sesuai dengan informasi
yang disampaikan ayat berikut ini.
فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti
(yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa
nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS: Maryam
[19]:59)
Maryam beserta para nabi dan rasul yang
disebutkan dalam surat Maryam ayat-ayat sebelum ayat ke 59 yakni Zakaria
as, Yahya as, Isa as, Ibrahim as beserta para nabi dari keturunannya,
Musa as, Harun as, Idris as, dan Nuh as – sebagaimana para nabi dan
rasul lainnya – adalah pribadi-pribadi yang ikhlas dalam menjalankan
perintah Allah untuk mendapatkan ridha Allah. Kepribadian mereka
dijelaskan dalam kalimat terakhir dari ayat ke 58 dalam surat yang sama:
إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَن خَرُّوا سُجَّداً وَبُكِيّاً
“Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang
Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan
menangis.” (QS: Maryam [19]:58)
Namun generasi-generasi sesudah mereka
menyia-nyiakan shalat tapi lebih mengutamakan hawa nafsu, kehidupan
dunia dan kesenangan duniawi.
Ternyata bukan mereka saja. Umat Muhammad
yang hidup di akhir zaman ini juga melakukan hal yang sama. Ini
berdasarkan sabda Nabi Muhammad berikut.
Abu Said Al-Khudri meriwayatkan bahwa
Rasulullah bersabda: “Akan datang suatu generasi sesudah enam puluh
tahun, mereka melalaikan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, maka
orang-orang ini akan menemui kecelakaan dan kerugian. Kemudian datang
lagi suatu generasi, mereka membaca al-Qur’an tetapi hanya di
kerongkongan (mulut) saja (tidak masuk ke hati) dan semua membaca
al-Qur’an, orang mukmin, orang munafik dan orang-orang jahat dan fasik
(tidak dapat lagi dibedakan mana orang mukmin sejati dan mana orang yang
berpura-pura beriman).” (HR:Ahmad, Ibnu Hibban dan Hakim)
Dalam sebuah hadits lain, Rasulullah
bersabda, Abu Umamah al Bahiliy bahwa Rasulullah bersabda;
”Ikatan-ikatan Islam akan lepas satu demi satu. Apabila lepas satu
ikatan, akan diikuti oleh lepasnya ikatan berikutnya. Ikatan Islam yang
pertama kali lepas adalah pemerintahan dan yang terakhir adalah shalat.”
(HR: Ahmad)
Semoga di akhirat kelak, diri, keluarga,
kerabat dan generasi penerus kita tidak dikumpulkan bersama Fir’aun dan
Haman. Untuk itu senyampang nyawa masih dikandung badan ajak diri
sendiri dan mereka untuk tidak mengabaikan shalat.
Allah telah mewajibkan shalat lima waktu
kepada hamba-Nya. Kata Nabi, “Barangsiapa menunaikan shalat pada
waktunya, maka di Hari Kiamat shalat itu akan menjadi cahaya dan bukti
baginya. Dan barang siapa mengabaikannya, maka ia akan dikumpulkan
bersama Fir’aun dan Haman.” (HR: Ibnu Hibban dan Ahmad).*
Penulis Abdullah al-Mustofa, peneliti pada
Islamic Studies Forum for Indonesia (ISFI) di Kuala Lumpur, Malaysia,
pengelola fanspage FB SBQ (Sukses Bersama Qur’an)
Rep: Huda Ridwan
Editor: Cholis Akbar.
0 comments:
Post a Comment